Teologi Bunuh Diri - Medhi Tangkela'bi

“SUICIDE THEOLOGI (TEOLOGI BUNUH DIRI)” Medianto Tangkela’bi Institut Agama Kristen Negeri Toraja tangkelabi996@gmail.com A. LATAR BELAKANG Secara etimologis, kata bunuh diri berasal dari bahasa Yunani apancho yang berarti menahan (nafas sampai mati), menyebabkan kematian dirinya sendiri dengan menggantung diri (apanchomai), menggantung dirinya sendiri atau melakukan bunuh diri (Mat. 27:5). Istilah atau kata bunuh diri dalam bahasa Inggris disebut Suicide dari kata Latin Suicidium (Jepang = Harakiri ). Sui yang berarti diri sendiri (self), dan kata Cidium yang berarti membunuh atau pembunuhan (to kill). Menurut Titi Keke, bunuh diri adalah sebuah tindakan atau peristiwa di mana seseorang mengakhiri hidupnya secara sengaja. Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Menurut Aaron Beck, bunuh diri menunjukkan ketidakmampuan seseorang menghadapi kenyataan hidup yang terjadi. Bunuh diri menjadi pilihan orang-orang yang berputus asa dalam menghadapi kenyataan hidup dan kesulitan hidup. Tak ayal, bunuh diri menjadi pembenaran diri untuk menyelesaikan masalah tahap akhir atau dengan kata lain pelarian diri dari masalah. Alasan atau motif bunuh diri bermacam-macam, namun biasanya didasari oleh rasa bersalah, yang besar, merasa gagal untuk mencapai suatu harapan. Menurut Menninger, ada tiga komponen dalam bunuh diri yaitu keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh, dan keingingan untuk mati. Pandangan lain tentang bunuh diri dari Rawlin’s yang mengatakan bahwa, bunuh diri adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan sukarela dan disengaja untuk mengakhiri hidupnya. Kartono Kartin memberikan pandangannya terkait dengan definisi bunuh diri, yaitu, pertama: Bunuh diri adalah perbuatan dengan sengaja bertujuan secara sadar mengambil nyawa sendiri. Kedua: Bunuh diri adalah perbuatan manusia yang disadari dan bertujuan untuk menyakiti diri sendiri dan menghentikan kehidupan diri sendiri. Ketiga: Bunuh diri adalah pembunuhan secara simbolis, karena ada peristiwa identifikasi dengan seseorang yang dibenci, dengan membunuh diri sendiri orang yang bersangkutan secara simbolis membunuh orang yang dibencinya. Dalam kasus bunuh diri tentu tidak terjadi begitu saja secara alamiah, namun tentunya ada berbagai macam faktor yang menyebabkan terjadinya bunuh diri, seperti yang sudah tersirat dalam beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas. Faktor yang mempengaruhi bunuh diri misalnya, karena merasa kesepian, adanya rasa dendam, rasa takut, kesakitan fisik, kurangnya kasih sayang, dan rasa putus asa merasa tidak ada lagi jalan keluar dari masalah yang dihadapi, serta yang tak kalah penting adalah karena masalah percintaan. Dalam melakukan bunuh diri pun ada beragam cara atau tindakan yang dilakukan, misalnya yang paling umum dilihat yaitu menggantung diri dengan menggunakan berbagai macam alat, meminum racun, memutuskan urat nadi dengan menggunakan pisau atau silet, melompat dari gedung atau tempat-tempat yang tinggi, membenturkan kepala ke tembok, menembak kepala dengan pistol dan lain sebagainya. Dalam sejarah Athena Kuno, orang yang melakukan bunuh diri tanpa persetujuan negara ditolak untuk dimakamkan secara wajar dengan penghormatan. Orang yang melakukan bunuh diri itu akan dimakamkan tersendiri, dipinggiran kota, tanpa batu nisan, atau tanda lainnya. Dalam Yunani Kuno dan Roma bunuh diri itu dianggap sebagai sebuah metode yang dapat diterima saat di mana mengalami kekalahan dalam peperangan. Pada tahun 1670-an Raja Louis XIV dari Perancis mengeluarkan peraturan pidana, di mana jika ada yang melakukan bunuh diri maka tubuh orang yang meninggal itu akan diseret melintasi jalan-jalan, dalam kondisi tertelungkup, dan kemudian digantung atau dibuang di tumpukan sampah. Selain itu harta orang tersebut akan disita. Di Inggris pada akhir abad ke-19, mencoba bunuh diri dianggap sama seperti pencobaan pembunuhan dan dapat dihukum dengan cara di gantung. Di Eropa pada abad ke-19, tindakan bunuh diri mengalami pergeseran pandangan yang sebelumnya dianggap sebagai tindakan akibat dosa kemudian menjadi akibat gila. Dalam lingkup masyarakat Toraja sendri secara umum, yang masih dilanda pandemi Covid-19 yang belum juga usai, kemudian terjadi lagi fenomena-fenomena yang tidak diinginkan yaitu tindakan bunuh diri. Memasuki awal tahun 2021 masyarakat Toraja kembali dikejutkan dengan peristiwa bunuh diri. Dilansir dari Kareba-Toraja.Com, sebelumnya, di tahun 2020 tercatat 30 kasus bunuh diri, Kepolisian Resor Tana Toraja mencatat ada 14 kasus bunuh diri di Tana Toraja dan 16 kasus bunuh diri di Toraja Utara. Kasus dugaan bunuh diri yang terjadi pada awal tahun 2021 di Kabupaten Tana Toraja terdapat di Dusun Buttu, Lembang Buttu Limbong, Kecamatan Bittuang pada tanggal 10 Januari 2021, seorang perempuan yang berusia 20 tahun ditemukan dalam posisi tergantung di plafon kamar rumahnya. Hari berikutnya tanggal 11 Januari 2021 pagi, seorang pemuda berusia 20 tahun juga ditemukan dalam kondisi tergantung di kolong rumah kostnya di Lingkungan Garonggong, Kelurahan Ariang, Kecamatan Makale. Pemuda ini berasal dari Se’seng, Lembang Pongbatik, Kecamatan Bittuang. Lanjut pada hari Rabu, 13 Januari 2021 siang, seorang pelajar SMK di kota Makale yang berusia 18 tahun, ditemukan meninggal dalam posisi tergantung pada seutas tali dasi sekolah di kamarnya di Lembang Batu Lotong, Kecamatan Awan Rantekarua, Toraja Utara. Menjelang akhir bulan Januari yaitu 31 Januari 20212021, di Toraja Utara kembali dikejutkan dengan penemuan mayat sepasang muda-mudi yang ditemukan sudah tidak bernyawa dalam posisi tergantung dalam sebuah kamar kost di Lorong IV, Jalan Serang, Kecamatan Rantepao, Toraja Utara. Informasi yang diperoleh kareba-toraja.com, kedua muda-mudi ini berasal dari Kecamatan Awan Rantekarua, Toraja Utara. Yang laki-laki berusia sekitar 23 tahun dan perempuan berusia sekitar 15 tahun. Pada tanggal 20 April 2021 di Pangli Selatan, Kec. Sesean terdapat seorang guru Honorer, berusia 24 tahun juga melakukan bunuh diri dengan cara menggantung dirinya. Dan pada tanggal 24 Juli 2021, seorang pemuda berusia 25 tahun juga ditemukan gantung diri, di Kecamatan Sopai. Kasus bunuh diri merupakan masalah yang mengglobal bukan hanya terjadi di Toraja secara umum, tetapi di seluruh dunia juga mengalami permasalahan yang sama. Melihat keadaan sekarang yang dilanda virus Corona ditambah dengan kasuskasus yang lain, tentu ini semakin memprihatinkan. Kasus bunuh diri yang terjadi di Toraja yang semakin memprihatinkan membutuhkan perhatian dari semua pihak. Selain kasus bunuh diri yang terjadi di Toraja, percobaan bunuh diri pun kerap kali terjadi, seperti beberapa waktu yang lalu pada hari Rabu 11 Agustus 2021, media sosial kembali dihebohkan dengan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang perempuan dengan cara melompat dari jembatan Tagari, Kelurahan Tagari, Kecamatan Tallunglipu, kabupaten Toraja Utara. Untung saja perempuan tersebut masih dapat tertolong. Dari fenomena-fenomena ini dapat dikatakan bahwa Toraja sekarang darurat bunuh diri, olehnya itu sangat membutuhkan perhatian khusus. Bukan hanya pihak pemberintah, tokoh agama/gereja, sekolah, dan lembaga-lembaga lainnya. Sehingga kasus-kasus seperti ini bisa diminimalisir dan tidak terjadi lagi bagi putra-putri Toraja dan bahkan seluruh masyarakat Toraja. B. POKOK MASALAH Dari latar belakang di atas dapat kita lihat bahwa begitu banyak kasus yang terjadi yang memprihatinkan di zaman sekarang ini terkait dengan masalah bunuh diri. Secara khusus di daerah Toraja kasus-kasus bunuh diri semakin marak terjadi pada dua tahun terakhir ini sebagaimana yang penulis amati dan juga berita-berita yang beredar di media sosial atau di internet. Dan yang lebih parahnya adalah sebagian besar dari pelaku bunuh diri ini masih berusia muda, sebagaimana kita tahu bahwa seharusnya perjanalan kehidupan mereka ke masa depan masih panjang, tetapi faktanya adalah mereka cenderung mengakhiri hidup mereka dengan cara bunuh diri dari berbagai masalah yang mereka hadapi. Bukan hanya itu di sisi lain para pelaku bunuh diri ini merupakan orang-orang yang berlatar belakang Kristen (beragama Kristen), bahkan ada juga yang merupakan aktivis dalam lembaga gerejawi, dan sebagaimana kita tahu bahwa seorang aktivis gerejawi adalah orang-orang beriman kepada Tuhan yang tidak mudah menyangkali imannya, tetapi pada akhirnya mereka juga seolah-olah tidak lagi menemukan jalan keluar dari setiap masalah mereka sehingga mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. Dengan melihat fenomena ini maka timbul pertanyaan bahwa di mana iman mereka selama ini yang mereka perjuangkan? Seberat apakah beban masalah mereka dibanding dengan kuasa Allah dalam hidup mereka? Lantas bagaimana pandangan orang lain yang melihat orang Kristen yang percaya kepada Tuhan mengambil jalan pintas (lari dari masalah) untuk mengakhiri hidupnya? Oleh karena itu, dengan melihat fenomena-fenomena yang marak terjadi ini, maka penulis merasa penting untuk mengkaji secara teologis isu-isu bunuh diri secara khusus yang marak terjadi belakangan ini di daerah Toraja, dan bagaimana pandangan iman Kristen melihat fenomena tersebut untuk diberikan solusi, agar di hari-hari yang akan datang kasus-kasus seperti ini bisa diminimalisir dan dengan harapan bahwa tidak akan ada lagi kasus bunuh diri di kalangan orang Kristen secara khusus pemuda pemudi Kristen di daerah Toraja. C. DASAR ALKITABIAH Sebagaimana yang telah penulis singgung sedikit pada bagian atas mengenai fenomena-fenomena bunuh diri yang akan dikaji secara teologis maka berikut ini akan di paparkan beberapa landasan alkitabiah sekaitan dengan fenomena bunuh diri yang marak terjadi di Toraja. Kasus bunuh diri yang terjadi di Toraja tentunya dilatarbelakangi oleh berbagai macam faktor, entah faktor internal (dari dalam diri) maupun faktor eksternal (dari luar diri). Dalam peristiwa praktek bunuh diri yang marak terjadi di Toraja secara khusus pun tidak lepas dari pengamatan orang Kristen, karena sebagaimana yang penulis amati bahwa yang melakukan praktek bunuh diri adalah orang Kristen Allah sendiri tidak menghendaki tindakan tersebut. Tindakan bunuh diri berkaitan dengan pembunuhan seperti yang tertulis dalam Hukum Keenam, yaitu: Jangan Membunuh (Kel. 20:13). Hukum ini bukan hanya mempermasalahkan tentang membunuh seseorang saja tetapi membunuh diri sendiri pun Tuhan juga melarangnya, selain itu dalam Matius 22:39, dituliskan orang Kristen tidak hanya diperintahkan untuk mengasihi orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Dalam 1 Korintus 3:16-17 menjelaskan bahwa tubuh adalah bait Allah, jika seseorang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Dari ayat-ayat tersebut menjadi dasar dan membuktikan bahwa bunuh diri adalah tindakan yang melanggar Hukum Allah dan tidak mengasihi dirinya sendiri tetapi justru membenci dirinya sendiri. Jadi, tindakan tersebut menunjukkan ketidak-taatan terhadap Firman Tuhan. Menurut iman kristen, kehidupan adalah milik Tuhan yang Dia berikan kepada manusia, maka manusia tidak boleh melakukan tindakan bunuh diri. Mati atau hidup adalah ditangan-Nya (bnd. Ayub 1:21). .. Dan Tuhan melarang menolak hidup manusia sendiri artinya membunuh diri, sebab hidup dan mati tidak terletak dalam tangan manusia, melainkan dalam tangan Tuhan. Tetapi pada manusia itu, Tuhan telah meletakkan tanggung-jawab atas hidupnya sendiri. Manusia mempunyai kebebasan mengenai hidupnya sendiri, tetapi kebebasan itu disertai tanggungjawab. Ia bertanggung-jawab kepada Tuhan atas segala apa yang diperbuatnya atas hidupnya. Manusia dapat menerima karunia yang disebut hidup itu, tetapi ia pun dapat menolaknya, hal mana merupakan suatu perbuatan yang amat mengerikan sebab menolak hidup berarti membunuh diri. Jika kita memperhatikan ke dalam Alkitab tentang kasus bunuh diri maka kita akan mendapati beberapa tokoh yang melakukan tindakan bunuh diri meskipun mungkin jarang atau tidak pernah kita tahu bahwa itu merupakan tindakan bunuh diri. Tokoh-tokoh yang juga melakukan tindakan bunuh diri antara lain: 1) Simson. Kisah kematian Simson yang diterangkan dalam Kitab Hakim-Hakim 16:2-31 merupakan salah satu bentuk tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh Simson, meskipun tidak secara eksplisit di terangkan bahwa ia melakukan tindakan bunuh diri. Dalam kitab Hakim-hakim diterangkan bahwa ia merangkul kedua tiang penyanggah rumah yang paling tengah dan merubuhkan rumah itu sehingga ia bersama-sama dengan raja-jara di kota itu mati (Hak 16:29-30). 2) Saul dan pembawa senjatanya. Dalam serangkaian kisah peperangan yang dilakukan oleh Saul bersama dengan orang Israel melawan orang Filistin di pegunungan Gilboa, orang-orang Israel mengalami tekanan dari orang Filistin sehingga orang Israel harus melarikan diri dari hadapan orang Filistin, alhasil banyak dari orang Israel yang terbunuh termasuk anak-anak dari Saul. Dari situ karena beratnya peperangan itu bagi Saul maka kemudian Saul memerintahkan kepada pembawa senjatanya untuk menikamnya dengan pedang tetapi pemabawa senjata itu segan kepada Saul. Dengan inisiatif sendiri maka Saul mengambil pedang dan menjatuhkan diri diatas pedang itu, begitu pun dengan pembawa senjata Saul (1 Samuel 31:4-5). 3) Ahitofel. Kisah bunuh diri yang dilakukan oleh Ahitofel dilatar belakangi oleh nasihatnya yang tidak diterima oleh Absalom anak Daud. Kitab 2 Samule 17:1-23 menjelaskan alur saat di mana ia memberikan nasihat ke pada Absalom saat mereka hendak mengejar raja Daud dan orang-orang Israel. Di saat yang sama juga Absalom meminta nasihat dari Husai, orang Arki. Secara singkat bahwa nasihat Husai dianggap lebih baik dari pada nasihat Ahitofel (Ay. 14). Dan melihat hal tersebut, Ahitofel yang merasa nasihatnya tidak didengarkan/dipedulikan maka pulanglah ia ke rumahnya dan mengatur urusan rumah tangganya lalu menggantung diri (Ay. 23). 4) Zimri. Kisah bunuh diri yang dilakukan oleh Raja Zimri yang memerintah di Tirza selama tujuh hari (1 Raja-raja 16:15) berawal ketika panglima tentara Omri yang kemudian menjadi raja atas Israel maju dari Gibeton bersama dengan seluruh orang Israel mengepung Tirza. Ketika Zimri melihat bahwa kota itu telah direbut, maka masuklah ia ke dalam puri istana raja, lalu membakar istana raja itu bersama dengan dirinya di dalamnya hingga ia mati (1 Raja-raja 16:18). 5) Yudas Iskariot. Jika beberapa tokoh sebelumnya yang melakukan bunuh diri mungkin agak asing didengarkan, maka kisah kematian Yudas Iskariot merupakan kisah yang populer dalam Alkitab. Kita tahu bahwa Yudas Iskariot adalah salah satu dari kedua belas murid Yesus, dan dia jugalah yang menghianati Yesus (Mat. 10:4). Yudas yang menghianati Yesus dengan cara menyerahkan Yesus kepada imam kepala dan tua-tua mendapat imbalan uang 30 keping perak (Mat 26:15). Proses bunuh diri yang dilakukan Yudas diawali ketika Yudas mendengar bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, maka menyesallah ia dan pergi menghadap imam-imam kepala dan tua-tua serta berkata bahwa ia telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah (Mat 27:3-4). Dalam buku Tafsiran Masa Kini, disebutkan bahwa Yudah hanya menyesal bukan bertobat. Istilah Yunani yang dipakai dalam ayat itu bukanlah kata yang biasa dipakai untuk mengartikan “berbalik sungguh-sungguh kepada Tuhan”, tetapi memarahi diri sendiri. Imam-imam kepala dan tua-tua itu tidak mempedulikannya lagi, mereka menjawab Yudas bahwa tidak ada urusannya dengan kami, itu adalah urusan Yudas sendiri. Pada saat itulah Yudas melemparkan uang yang diberikan oleh imam-imam kepada dan tua-tua kepadanya sebanyak 30 keping perak ke dalam Bait Suci lalu pergi dari situ dan menggantung dirinya (Mat 27:5) Dengan melihat beberapa tokoh-tokoh dalam Alkitab yang melakukan bunuh diri ini dapat dikatakan bahwa, proses dalam melakukan bunuh diri dilatarbelakangi oleh berbagai macam faktor yang mendorong untuk melakukan bunuh diri. Misalnya, kasus bunuh diri yang dilakukan oleh Simson yang dilatarbelakangi oleh rasa dendam kepada orang Filistin yang telah mencungkil kedua mata Simson (Hakim-hakim 16:28). Kematian raja Saul dilatarbelakangi oleh rasa takut dan juga rasa malu. Di satu sisi ia mengalami peperangan yang bertambah berat akibat kematian anakanaknya, para pemanah menjumpai dan melukainya dengan parah, dia tidak ingin kalau orang-orang yang tak bersunat membunuhnya dan memperlakukan raja Saul sebagai permainan (1 Sam 31:3-4). Kematian pembawa senjata Saul tidak dijelaskan alasan mengapa ia bunuh diri dengan cara yang sama yang dilakukan oleh Saul. Dalam ayat 4 dikatakan bahwa ketika Saul memerintahkan untuk membunuh Saul, ia tidak mau karena ia sangat segan (takut ) kepada Saul. Tetapi menurut hemat penulis pembawa senjata Saul itu juga melakukan bunuh diri karena sebagai rasa segannya (takut) kepada Saul. Selain itu dalam kondisi yang sedang diburu oleh orang Filistin maka otomatis dia akan dibunuh juga pada akhirnya. Jadi, dari pada dibunuh oleh orang Filistin itu lebih baik dia mengikuti jejak dari tuannya yaitu Saul. Kematian Ahitofel sedikit disinggung dalam bacaan bahwa ketika nasihatnya tidak dipedulikan maka ia dengan segera menuju kerumahnya dan menggantung dirinya. Kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh Ahitofel, menurut penulis dilatarbelakangi karena rasa kecewa serta sakit hati, karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh Absalom. Kisah bunuh diri yang dilakukan oleh Zimri jika dilihat hampir-hampir sama dengan yang dilakukan oleh Saul dan pembawa senjatanya. Di mana terjadi ketika peperangan berlangsung, ia terdesak oleh pihak lawan (orang Filistin) dan juga kota itu telah direbut, ia pun masuk ke dalam puri istana raja lalu membakarnya beserta dengan dirinya di dalam (1 Raj 16:18). Kematian Zimri ini menurut hemat penulis dilakukan karena karena di satu sisi mendapat desakan dari pihak lawan yang telah merebut kota, dan di sisi lain ia sudah putus asa akan keadaannya, sekuat apapun ia bertahan dia juga akan mati ditangan musuhnya, oleh karena itu dari pada ia mati ditangan musuhnya lebih baik dia melakukan bunuh diri. Kematian Yudas Iskariot dengan sangat jelas yaitu dilatarbelakangi oleh rasa berdosa dan penyesalan karena telah menyerahkan darah orang yang tak bersalah (Mat 27:4). D. POKOK TEOLOGI Dalam penuturan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memang tidak secara terang-terangan disebutkan tentang kata bunuh diri. Seperti beberapa tokoh yang sudah disinggung sebelumnya bahwa mereka tidak dikatakan melakukan bunuh diri, hanya disebut menggantung diri atau sebagainya. Lalu apa kata Alkitab tentang bunuh diri? Alkitab memandang kasus bunuh diri sama halnya dengan melakukan pembunuhan , karena bunuh diri berarti melakukan pembunuhan terhadap diri. Hanya Allah satu-satunya yang boleh memutuskan waktu dan dengan cara apa seseorang akan meninggal, seperti ungkapan pemazmur dalam Mazmur 31:15, “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu.” Mengapa manusia tidak boleh melakukan bunuh diri? Karena manusia adalah ciptaan Allah (Kejadian 1:27). Allah yang memberi ketentuan atas hidup manusia, memberi mandate kepada manusia (Kejadian 1:27-28). Dia yang memberi hidup kepada manusia, maka Dia jugalah yang dapat mengambilnya kembali (bnd. Ayub 1:21). Melakukan bunuh diri berarti melakukan tindakan yang durhaka, suatu bentuk penolakan manusia terhadap karunia kehidupan dari Allah, penolakan terhadap karunia penciptaan, karena manusia diciptakan Allah seturut dengan gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27). Sekalipun manusia diberi kehendak bebas tetapi bukan berarti bahwa mereka punya kehendak bebas terhadap hidupnya (nyawanya). Tidak ada satu pun manusia yang boleh mengambil alih otoritas Allah dan mengakhiri hidupnya. Allah menginginkan dari makhluk ciptaanNya adalah pelayanan kasih-penghormatan yang lahir dari penghargaan kepada tabiat Allah. Allah tidak menyukai kesetiaan yang terpaksa dan kepada mereka yang diberi kebebasan kemauan agar mereka boleh memberikan pelayanan sukarela kepadaNya. Dengan demikin sebagai orang yang beriman kepada Tuhan di dalam menghadapi situasi hidup apapun harus tetap menggantungkan harapannya kepada Tuhan, bukan mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidup dengan cara bnuh diri. Karena jelas bahwa bunuh diri adalah sebuah dosa. Tindakan bunuh diri itu merupakan bukti dari menolak hidup yang di anugerahkan Allah. Tindakan bunuh diri tidak dapat dibenarkan karena hidup seseorang adalah pemberian dari Allah. Ketika Allah menciptakan manusia dari debu dan tanah pada saat itu Dia menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya (Kejadian 2:7). Nehemia pun mengakui bahwa Tuhan adalah Pencipta dan pemberi hidup segala yang diciptakanNya termasuk manusia (Nehemia 9:6). Pengkhotbah 12:7 menyatakan bahwa debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya. Ayub menyatakan bahwa di dalam tangan Tuhan terletak segala yang hidup (Ayub 12:10) dan nafas dari Tuhan yang membuatnya hidup (Ayub 33:4). Dalam Yohanes 14:6 pun Tuhan Yesus menyatakan bahwa diri-Nya adalah jalan dan kebenaran dan hidup. E. PANDANGAN-PANDANGAN 1. Pandangan Bahwa Bunuh Diri Bukanlah Dosa Ada beberapa pandangan orang Kristen yang menganggap bahwa bunuh diri bukanlah merupakan sebuah dosa dengan mendasarkan pada beberapa argumen atau pandangan yaitu, pertama mendasarkan pandangannya dengan mengutip “diminished responsibility” (bertanggung jawab sebagian) artinya bahwa mereka yang 428 melakukan bunuh diri menganggap bahwa dirinya merupakan korban dari kegilaan atau kerasukan setah, sehingga tidak mampu membuat keputusan yang rasional. Orang yang mencoba bunuh diri dalam posisi diminished responsibility itu merasa tidak berdosa karena mereka merupakan korban. Bagi orang Kristen yang memiliki pemahaman ini bunuh diri dalam konteks depresi tidaklah berdosa, sama seperti terserang flu saja. Keduan, mendasarkan pandangannya dengan mengutip kebungkaman Alkitab. Alkitab mencatat setidaknya ada tujuh kasus bunuh diri (Hak 9:52-54), namun tidak ada satu pun dari kisah itu mengutuk perbuatan bunuh diri tersebut. Hal yang menonjol ketika membaca kisah-kisah yang bunuh diri adalah kematiannya (bunuh diri) tidak terkait dengan aib. Misalnya, Simson, ia terdaftar di antara pahlwan iman (Ibr 11:32). Simson dan Ahitofel dimakamkan di makam keluarga. Saul dan anak-anaknya yang dihomati dengan penguburan yang layak oleh orang-orang Israel dari Yebesh-Gilead. Daud meratap atas kematian Saul dan Yonatan (2 Sam 1:19-27) tidak mencantuman kutukan pada cara kematian Saul. Selain itu tidak semua orang Kristen melihat perintah keenam sebagai larangan membunuh. Jika seorang Kristen menganut paham ini, pertanyaan teologinya mengenai jaminan keselamatan lagi-lagi tidak penting karena bunuh diri bukanlah dosa. Ketiga, mendasarkan pandangannya dengan mengutip kebungkaman gereja mula-mula. Fedden menunjukkan bahwa secara historis, Gereja tidak bertindak sebagai oposisi terhadap bunuh diri sebelum abad ketiga, karena para bapa apostolik (kecuali Clement dari Alexndria) menggabungkan konsep bunuh diri dari kematian sebagai martir: St. Jerome dan Venerable Bede dengan hormat menempatkan Kristus di antara kasus bunuh diri. Semua kematian sukarela diyakini membawa jaminan keselamatan kepada mereka. droge dan Tabor menyatakan: “Kematian seorang martir bagi orang lain dilihat sebagai bunuh diri, begitu pun sebaliknya.” Bapa-bapa gereja mula-mula mengelompokkan semua kematian sukarela secara bersama-sama dan tidak menyalahkan hal itu sebagai bunuh diri.” 2. Pandangan Bahwa Bunuh Diri Adalah Dosa Bagi sebagian orang Kristen mereka memandang bunuh diri sebagai dosa dengan mendasarkan pandangan atau argumennya, yaitu pertama mendasarkan pandangannya dengan pandangan bahwa kebungkaman Alkitab tidak berarti setuju terhadap bunuh diri. Bonhoeffer berpendapat bahwa kebungkaman Alkitab terhadap bunuh diri bukan merupakan dasar dalam melakukan bunuh diri dan Alkitab tidak selalu mengomentari tindakan-tidakan berdosa. Contohnya, meskipun Alkitab bungkam ketika Simson mengunjungi pelacur (Hak 16:1), dia melakukan dosa perzinahan. Hsu menegaskan bahwa narasi Alkitab tentang bunuh diri tidak berakhir dengan baik dan karena itu Alkitab tidak menyatakan persetujuan atau ketidak pedulian terhadap bunuh diri. Kedua, mendasarkan pandangannya dengan mengutip perintah keenam. Perintah keenam menyatakan, “jangan membunuh” (Kel 20:13; Ul 5:17) dan Kejadian 9:6 berbunyi “Siapa yang menumpahkan darah manusia,, darahnya akan tertumpah oleh dara manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.” Posisi Agustinus pada abad ke-4 adalah “Hukum Allah, yang dditafsir dengan benar, melarang bunuh diri, dan dikatakan, jangan membunuh” dan “tidak boleh ada orang yang membebankan dirinya mati secara sukarela... mereka yang mati dengan tangan mereka sendiri tidak memiliki kehidupa yang lebih baik setelah kematian,” dan “oleh karena itu, membunuh diri sendiri adalah kejahatan.” Perbedaan antara bunuh diri dan mati martir masih relevan saat ini. Martir tewas di tangan pihak lain atau dalam keadaan tertentu sebagai saksi dari keyakinan mereka, namun dalam bunuh diri kematian dilakukan oleh tangan sendiri. Chesterton setuju, bahwa bunuh diri adalah kebalikan dari martir. Aquinas (12251274) menentang bunuh diri karena: Membunuh diri sendiri itu sama sekali tidak sah, karena tiga alasan. 1) Karena semua hal secara alamiah mencintai dirinya sendiri. 2) Karena bagian-bagian, semua bagian, merupakan bagian dari keseluruhan. Sekarang setiap orang adalah bagian dari masyarakat, karena itu ia milik masyarakat, dst. 3) Karena hidup adalah karunia Allah kepada manusia dan tunduk kepada kekuasaan-Nya, Dia yang mengambil dan membuat kehidupan. Karena itu siapa pun yang mengakhiri hidupnya sendiri, berdosa terhadap Allah; bahkan saat ia membunuh budak orang lain, ia berdosa terhadap majikannya, karena ia merampas penghakiman terhadap sesuatu yang tidak dipercayakan kepadanya. Ketiga, mendasarkan pandangannya dengan mengutip kesucian hidup. Orangorang kristen ini menekankan bahwa hidup itu suci dan tidak bisa di ganggu gugat (Ul 32:39; Ayub 1:21; 1 Kor 6:19-20; Ef. 5:29; Flp 1:20-26). Calvin percaya bahwa bunuh diri adalah dosa karena tiga hal: Hanya Tuhan yang bisa mengambil kehidupan; bunuh diri bertentangan dengan pemeliharaan diri, dan orang dapat bertahan dari kuasa si jahat. Chesterton memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda. Bunuh diri adalah dosa karena menyangkal kehidupan, dia menuturkan: “Bunuh diri tidak hanya merupakan sebuah dosa, bunuh diri adalah dosa itu sendiri. Bunuh diri adalah kejahatan yang besar dan mutlak.” 3. Pandangan Beberapa Tokoh tentang Bunuh Diri Seorang Tokoh yaitu J. Verkuyl menyatakan bahwa di dalam agama-agama suku primitif ada pandangan tentang roh orang yang melakukan bunuh diri menjadi roh jahat yang selalu gelisah dan tidak mendapatkan ketenteraman serta mengganggu orang-orang yang masih hidup. Linda Smith dan Wiliam Raeper menyatakan bahwa: Tindakan bunuh diri harus dikutuk atau disalahkan dengan keras sebagai kejahatan yang mengerikan terhadap dirinya sendiri. Seseorang yang ingin melakukan tindakan bunuh diri adalah mempersiapkan pemakaman yang tercela yang dianggap sama dengan melakukan pembunuhan terhadap anggota keluarganya sendiri. Michael M. Ulhmann menyatakan bahwa tindakan bunuh diri merupakan tindakan perlawanan terhadap aturan negara dan dewa-dewa. J. Verkuyl dalam Plato menyatakan bahwa diri manusia bukan miliknya sendiri tetapi milik para dewa. Michael M. Uhlmann dalam Plato menyatakan bahwa tindakan bunuh diri adalah tindakan yang melawan hukum dan nilai-nilai moral. Augustine di dalam menanggapi kasus bunuh diri yang dilakukan oleh para wanita yang telah diperkosa oleh para perusuh yang menyerbu kota Roma, menyatakan bahwa: Manusia wajib memelihara harta milik Allah yang dipercayakan kepadanya. Tubuh dan jiwa manusia adalah kepunyaan Allah dan orang yang bunuh diri berdosa terhadap Penciptanya. Bagi Augustine, bunuh diri bukan hanya pelanggaran langsung atas perintah keenam, Jangan membunuh, melainkan suatu dosa yang tak terampuni yang merampas kesempatan pertobatan dan penyesalan. Michael M. Uhlmann dalam Thomas Aquinas menyatakan bahwa tindakan bunuh diri adalah tindakan yang selalu terlarang kecuali jika diperintahkan oleh Allah (seperti di kasus Simson). Edward J. Larson dan Darrel W. Amundsen dalam Thomas Aquinas menyatakan bahwa ada tiga alasan menentang tindakan bunuh diri, yaitu: a) Tindakan tersebut tidak natural karena berlawanan dengan kecenderungan alam, semuanya berkeinginan untuk mempertahankan hidup dan berlawanan dengan kemurahan hati (belas kasihan) karena semua orang harus mengasihi dirinya sendiri. b) Tidakan bunuh diri merupakan serangan melawan dan sebuah luka bagi sebuah komunitas karena seseorang milik dari sebuah komunitas. c) Sebuah tindakan perampasan terhadap kuasa Allah yang memiliki hak untuk memberikan dan mengambil kembali kehidupan. Michael M. Uhlmann dalam Immanuel Kant menyatakan bahwa seseorang yang mengasihi dirinya sendiri tidak mungkin membenarkan bunuh diri. Karena orang yang mengasihi dirinya sendiri berjuang untuk melanjutkan akan kehidupannya. F. KESIMPULAN Bunuh diri adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh individu-individu untuk menyakiti dirinya sendiri karena alasan tertentu dengan berbagai macam cara sehingga berujung pada kematian. Banyak hal yang melatarbelakangi terjadinya bunuh diri seperti: rasa kesepian, dendam, takut, kesakitan fisik, kurang kasih sayang, putus asa, masalah percintaan, dan lain-lain. Bunuh diri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti: menggantung diri, meminum racun, memutuskan/menyayat urat nadi, melompat dari gedung/tempattempat yg tinggi, membenturkan kepala ke tembok, dan lain sebagainya. Ada beberapa pandangan yang mengatakan bahwa bunuh diri bukanlah dosa seperti paham “diminished responsibility” (bertanggung jawab sebagian), jika mengalami depresi/putus asa lalu bunuh diri itu bukanlah dosa. Ada juga yang memahami bahwa karena Alkitab tidak pernah mencatat bahwa bunuh diri adalah dosa, maka hal ini menjadi suatu pembenaran bagi mereka yang melakukan bunuh diri. Namun ada juga pandangan yang sepakat bahwa bunuh diri adalah dosa yaitu dengan melandaskan pemahamannya pada perintah keenam yaitu “jangan membunuh”, karena bunuh diri sama halnya dengan melakukan pembunuhan yaitu pembunuhan terhadap diri sendiri. ada juga yag melandaskan pemahamannya terhadap kesucian hidup seperti dalam kitab Ulangan 32:39; Ayub 1:21; 1 Kor 6:19-20; Ef 5:29; Flp 1:20-26. Bunuh diri jelas bahwa itu adalah perbuatan yang bertentangan dengan Firman Tuhan Bunuh diri juga merupakan penolakan terhadap karunia Allah, hanya Allah yang berhak menentukan mati hidupnya manusia, Allah yang memberi, Allah pulalah yang berhak mengambil kembali (Ayub 1:21). Bunuh diri berarti melanggar perintah Allah yang menganjurkan untuk mengasihi diri sendiri (Mat 22:39). Dalam 1 Korintus 3:16-17 menyatakan bahwa tubuh adalah bait Allah, jadi tidak boleh dibinasakan oleh manusia. bunuh diri berarti melakukan tindakan yang durhaka, suatu bentuk penolakan manusia terhadap karunia kehidupan dari Allah, penolakan terhadap karunia penciptaan, karena manusia diciptakan Allah seturut dengan gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26-27) Allah menciptakan manusia dari debu tanah dan memberi nafas hidup ke dalam hidungnya (Kej 2:7). Nehemia menyatakan bahwa Tuhan adalah pencipta dan pemberi hidup, termasuk manusia (Neh 9:6). Dan dengan melihat pandangan dari beberapa tokoh di atas yang menolak tentang tindakan bunuh diri maka nyatalah bahwa tindakan bunuh diri dalam kacamata iman Kristen merupakan sebuah dosa. Dosa karena melawan kehendak Allah dan bertentangan dengan firman Allah serta itu merupakan tindakan pemberontakan kepada Allah. Oleh karena itu orang Kristen yang mengimani Tuhan sebagai sumber hidup, sumber berkat, dan juruselamat tidak pantas/tidak boleh melakukan tindakan bunuh diri sebagai jalan keluar dalam penyelesaian masalah. Daftar Pustaka A. Sumber Buku Augustine, Saint. The City of God. New York: Image Books, 1958. Hussein, Muhammad Adam. Ebook Kajian Bunuh Diri. Sukabumi: Adamsein media Publisher, 2012. Keke, Titi dkk. Seluk Beluk Bunuh Diri. Jakarta: Rumah Media, 2021. Louw, Johannes P. dan Eugene A. Nida. Apagcomai dalam Greek-English Lexiconof the New Testament Volume 1. New York: United BibleSocieties, 1989. Mason, Karen. Mencegah Bunuh Diri: Buku Panduan Bagi Hamba Tuhan dan Konselor. Surabaya: Momentum, 2018. Paterson, Robert M. Tafsiran Alkitab Kontekstual-Oikumenis 1 & 2 Samuel. Jakarta: Gunung Mulia, 2017. Suryani, Luh Ketut. Hidup Bahagia Perjuangan Melawan Kegelapan. Jakarta: 2008. Tafsiran Masa Kini Jilid 3 Matius-Wahyu. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1976. Uhlmann, Michael M. Western Thought on Suicide: From Plato to Kant dalam Last Rights? Assisted Suicide and Euthanasia Debated. Verkuyl, J. Etika Kristen Kapita Selekta. Jakarta: Badan Penerbit Kristen,1966. White, Ellen G. Kemenangan Akhir. Bandung: Indonesia Publishing House, 2011. B. Sumber Internet Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Bunuh-Diri. Diakses pada hari Rabu 25 Agustus 2021, pukul 19:50 Https://kareba-toraja.com/awal-tahun-dalam-2-hari-dua-kasus-bunuh-diri-terjadidi-tana-toraja/?amp. Diakses pada hari Selasa 24 Agustus 2021, pada pukul 19.00 Https://www.google.com/amp/s/kareba-toraja.com/kasus-dugaan-bunuh-dirisiswi-smk-terjadi-lagi-di-toraja-utara/%3famp. Di akses pada hari Selasa 24 Agustus 2021 pada pukul 19.30 Https://kareba-toraja,com/sepasang-muda-mudi-ditemukan-meninggal-dalamposisi-tergantung-di-jalan-serang-rantepao/amp, diakses pada hari Rabu 25 Agustus 2021 pukul 19.00

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH TEOLOGI PERJANJIAN BARU 1 MENGENAL YESUS DALAM KITAB INJIL (MATIUS, MARKUS, LUKAS DAN YOHANES)

MAKALAH LENGKAP "Prinsip-Prinsip Penggembalaan Ditinjau Dari Psikologi Penggembalaan""